Sanjaya merupakan raja
pertama Kerajaan Medang. Menurut prasasti Canggal (732), ia menganut agama Hindu aliran Siwa. Sementara itu Rakai
Panangkaran adalah raja kedua Kerajaan Medang. Menurut prasasti Kalasan (778), ia mendirikan sebuah
candi Buddha aliran Mahayana. Sehubungan
dengan berita tersebut, muncul beberapa teori seputar hubungan di antara kedua
raja tersebut.
Teori pertama
dipelopori oleh Van Naerssen menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra
Sanjaya. Wangsa
Sanjaya kemudian dikalahkan oleh Wangsa Sailendra yang
beragama Buddha. Pembangunan Candi Kalasan tidak lain
merupakan perintah dari raja Sailendra terhadap Rakai Panangkaran yang telah
tunduk sebagai bawahan. Nama raja Sailendra tersebut diperkirakan sama dengan Dharanindra yang ditemukan
dalam prasasti
Kelurak (782).
Teori ini banyak dikembangkan oleh para sejarawan Barat, antara lain George Cœdès, ataupun Dr. F.D.K. Bosch.
Teori kedua
dikemukakan oleh Prof. Poerbatjaraka
yang menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya namun keduanya
sama-sama berasal dari Wangsa Sailendra, bukan Wangsa Sanjaya. Dalam hal ini
Poerbatjaraka tidak mengakui keberadaan Wangsa Sanjaya. Menurut pendapatnya
(yang juga didukung oleh sejarawan Marwati Pusponegoro dan Nugroho Notosutanto),
sebelum meninggal, Sanjaya sempat berwasiat agar Rakai Panangkaran berpindah ke
agama Buddha. Teori ini berdasarkan kisah dalam Carita
Parahyangan tentang tokoh Rahyang Panaraban putra Sanjaya yang
dikisahkan pindah agama.
Rahyang Panaraban ini menurut Poerbatjaraka identik
dengan Rakai Panangkaran. Jadi, yang dimaksud dengan "para guru raja
Sailendra" tidak lain adalah guru Rakai Panangkaran sendiri.
Teori ketiga
dikemukakan oleh Slamet
Muljana bahwa, Rakai Panangkaran bukan putra Sanjaya. Dalam daftar
para raja versi prasasti
Mantyasih tertulis nama Sanjaya bergelar Sang Ratu, sedangkan Rakai Panangkaran bergelar Sri Maharaja. Perubahan gelar ini
membuktikan terjadinya pergantian dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang.
Jadi, Rakai Panangkaran adalah raja dari Wangsa Sailendra yang berhasil merebut
takhta Medang serta mengalahkan Wangsa Sanjaya. Menurut Slamet Muljana, Rakai
Panangkaran tidak mungkin berstatus sebagai bawahan Wangsa Sailendra karena
dalam prasasti Kalasan ia dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka
(permata Wangsa Sailendra).
Dalam hal ini, Slamet
Muljana menolak teori bahwa Rakai Panangkaran adalah bawahan Dharanindra.
Menurutnya, Rakai Panangkaran dan Dharanindra sama-sama berasal dari Wangsa
Sailendra. Meskipun demikian, ia tidak menganggap keduanya sebagai tokoh yang
sama. Menurutnya, Dharanindra tidak sama dengan Rakai Panangkaran yang memiliki
nama asli Dyah Pancapana (sesuai pemberitaan prasasti Kalasan). Muljana
berpendapat, Dharanindra adalah nama asli dari Rakai Panunggalan, yaitu
raja ketiga Kerajaan Medang yang namanya disebut sesudah Rakai Panangkaran dalam prasasti Mantyasih.
Posting Komentar
0 komentar
Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.